IBADAH DALAM ISLAM
Didalam sebuah hadis khudsi allah swt
berfirman “Wahai hamba-hamba-Ku, Aku
tidak menciptakan kalian agar Aku merasa nyaman dengan kalian dari kesepian.
Tidak pula agar aku dapat memperbanyak diri dengan kalian dari kesedikitan.
Tidak untuk aku jadikan kalian sebagai
tempat meminta pertolongan dari kesendirian menghadapi perkara yang tidak mampu
aku hadapi, dan bukan untuk memperoleh manfaat. Tidak pula untuk menolak
kemudhraratan tetapi aku menciptakan kalian tidak lain agar kalian beribadah
kepadaku dalam waktu yang lama serta mengingat-ku banyak – banyak pada pagi dan
petang”. Sebuah hadis yang tidak perlu kita pertanyakan lagi kebenarannya.
Kita
dicaptakan oleh allah swt untuk beribadah, lantas apa hakikat ibadah dalam islam.?
Apa saja yang termasuk dalam ibadah.?
Makna ibadah dalam isitilah bahasa
(Etimologi) adalah tunduk dan ketaatan, Setiap ketaatan kepada Allah dengan
disertai ketundukan serta merendahkan diri berarti ibadah. Jadi ketika kita
bekerja den, belajar, megurus rumah tangga, dan membantu orang lain semua itu
kita lakukan dengan ketundukan dan ketaatan kepada allah itu semua merupakan
ibadah.
Ibadah dalam syariat berarti
ketundukan dan kecintaan, Syaikhul islam Ibnu Taimiyah memandang terhadap
ibadah dengan pandangan yang lebih dalam dan luas. Disamping mengetengahkan
makna asli didalam istilah yakni puncak ketundukan dan ketaatan juga
diketengahkan unsur baru yang memiliki urgensi sangat besar didalam islam dan
pada setiap agama, suatu unsur yang mana ibadah tidak akan terwujud –sebagaimana
yang diperintahkan allah- kecuali dengan unsur tersebut, yaitu “kecintaan”.
Tidak ada dialam dunia ini yang berhak dicintai dari pada allah ta’ala. Dialah
pemilik keutamaan, kebaikan, yang menciptakan manusia sedangkan manusia itu bukanlah
merupakan sesuatu yang berarti bagi-Nya. Dia menciptakan apa-apa yag ada dibumi
ini bagi manusia, memenuhi nikmat-nikmatnya bagi manusia, baik yang tampak
ataupun tidak, menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Juga
memberinya karunia berupa berbagi kebaikan, mengajarinya berbagai retorika
hingga pandai dan bisa berbicara, menjadikannya khalifah dimuka bumi ini,
meniupkan ruh-Nya didalam diri manusia, dan membuat para malaikat sujud kepadanya.
Lantas siapa yang lebih utama untuk “DICINTAI” dari pada Alllah ta’ala.? Sesungguhnya
dasar kecintaan kepada allah ta’ala adalah merasakan keutamaan dan nikmat
darinya, kebaikan dan kasih sayangnya, serta meresapi keindahan dan
kesempurnaaNya. Maka siapa yang mencinatai kebaikan allahlah pemberi kebaikan
itu.
Siapa yang mencintai keindahan, maka
alllahlah sumber keindahan itu. Siapa yang mencintai kesempurnaan, maka pada
hakikatnya tidak ada kesempurnaan kecuai kesempurnaan allah. Siapa yang
mencintai dirinya sendiri maka, maka allahlah yang menciptakan dirinya itu.
Siapa yang mengenal allah, maka dia
mencintaiNya. Marilah saudara-saudaraku kita mencari ilmu tentang mengenal
allah agar kita dapat mencintainya melebihi cinta yang lain didunia ini, karena
hanya dialah yang utama yang patut dicintai ya saudaraku.
Lalu kita akan membahas metode yang
ideal dalam pengajaran ibadah, bila beribadah kepada allah adalah hak pertama
allah atas kita, maka mempelajari dan mengajarkannya merupakan kewajiban bagi
kita. Ibadah utama yang harus dimengerti dan dipahami adalah ibadah – ibadah
ritual yang telah ditentukan bentuknya, sifatnya, dan metode pelaksanaanya oleh
syariat. Ibadah-ibadah itu adalah shalat, puasa, zakat, dan haji. Keempat
ritual inilah yang dijadikan rasul yang agung setelah dua kalimat syahadat sebagai
rukun islam dan bangunannya yang megah.
Namun dalam hal beribadah yang harus
kita pelajari adalah fiqih ibadah bukan ilmu ibadah, jika ilmu ibadah hanya
mengajarkan tatacara teoritis dalam melaksanakan suatu ibadah, hanya
mengajarkan gambaran ibadah, gerak-gerik dan bentuk luarnya saja. Kita hendak
mengarahkan masyarakat kepada ruh ibadah, bukan gambaran luar ibadah. Degan
kata lain yang menjadi tujuan kita adalah fikih ibadah bukan ilmu ibadah.
“Fikih” yakni pemahaman merupakan makna diatas ilmu, dan memahamkan lebih
khusus dari pada mengajarkan. Ilmu berkaitan dengan akal dan kepala sedangkan
fikih lebih dari itu, ia meliputi ruh dan jiwa. Namun sekarang ini pengertian
fikih sudah mengalami perubahan/pergeseran yang menjadikannya sekedar ilmu yang
kering. Dibuku ini dijelaskan bagaimana pengertian fikih bergeser menjadi ilmu
yang kering namun akan saya singkat penjelasannya seperti ini “ilmu fikih
dibuat sangat complicated/ngejelimet sehingga sulit untuk dipelajari apa lagi
oleh orang-orang muslim yang awam yang sudah sangat disibukkan oleh
aktivitas-aktivitas tuntutan kehidupan”.
Fikih yang kita inginkan adalah bukan
yang ada seperti saat ini yang hanya mengajarkan tata cara tetapi yang kita inginkan adalah ilmu fikih
lebih dari itu, yaitu ilmu fikih yang melunakkan hati, mensucikan jiwa,
mengingatkan akan akhirat, dan menerangi jalan menuju allah.
Fikih shalat misalnya, yang kita
inginkan adalah mengetahui rahasia shalat, dan memahami inti sari serta ruhnya.
Berikut adalah fikih shalat yang digambarkan oleh Hatim Al-Asham. Ditanyakan
kepadanya, “Bagaimanakah engkau mendirikan shalat.?” Dia berkata, “aku berwudhu
dan kusempurnakan wudhuku. Kemudian aku mendatangi tempat shalatku dengan
tenang dan damai. Aku bertakbir dengan segenap penghormatan. Aku membaca
Al-Qur’an dengan tartil, aku ruku’ dengan khusyu, aku bersujud dengan
kerendahan hati, aku gambarkan syurga di kananku dan neraka disamping kririku, sirath dibawah kakiku, Ka’bah
dihadapanku, malaikat maut diatas kepalaku, dosa-dosaku mengelilingiku. Mata
allah melihat kearahku, aku bayangkan ini adalah shalat terakhirku, dan aku
ikuti dengan ikhlas semampuku”.
Inilah
pelajaran fikih yang kita inginkan, tidak hanya belajar teori-teori ibadah yang
kering dan mononton seoalah-olah dia adalah teori-teori geometri dan rumus-rumus kimia.
Dan juga kita seharusnya memahami
arti dari setiap gerakkan shalat serta bacaannya jadi kita tidak hanya bergerak
begini dan begitu serta membaca ini dan itu tanpa mengetahui maknanya karena
ada sebuah kisah seorang ustadz yang bingung mengapa kondisi masyarakat kini
begitu memprihatinkan tindak kriminal dimana-mana, kemiskinan meningkat padahal
mayoritas masyarkatnya adalah umat islam yang sehari 5 kali mereka bertemu
dengan allah, ternyata sang ustadz melakukan penelitian diberbagai daerah
tentang pemahaman mereka dengan bacaan solat hampir semua orang yang menjadi
sampel penelitiannya mengaku tidak memahami bacaan shalatnya. Semoga kita
diberi kemudahan oleh allah untuk memahami arti bacaan shalat kita.
Hal lain yang perlu kita terapkan
dalam mengajarkan ibadah adalah “KESEDERHANAAN” di kisahkan bahwa sang penulis
buku ini (Yusuf Qardhawi) pernah mengajak kau muslimin dan muslimat disuatu
desa untuk solat. Mereka beralasan dengan melepaskan diri bahwa mereka tidak
mengetahui tata cara shalat, syarat dan kewajiban shalat. Setelah diusut
ternyata orang – orang yang mengajarkan mereka wudhu membutuhkan waktu
berhari-hari dan dia tidak selesai dari mengajarkannya. Dia menganjurkan kepada
mereka untuk mengucapkan doa pada permulaan wudhu dengan doa tertentu, ketika
memasukkan air kelubang hidung mengucapkan doa tertentu, ketika membasuh wajah
mengucapkan begini, dan mengusap setiap anggota badan mengucapkan doa khusus
yang harus dihafal diluar kepala.
Sungguh ribetnya agama ini jika harus
demikian, masih banyak hal-hal lain dalam agama ini yang perlu kita
prioritaskan. Betapa sedihnya kita yang selama ini diberikan pengajaran agama
dengan metode yang kering yang tak dapat melunakkan hati, menyalakan api
semangat jiwa, semangat taat kepada allah, takut pada allah dan hari akhir.
Didalam buku “IBADAH DALAM ISLAM”
banyak pelajaran-pelajaran tentang kesimpelan/kesederhanaan dalam menjalankan
ibadah seperti yang masih diyakini banyak masyarakat muslim sekarang adalah
bersentuhan antara lelaki dan wanita membatalkan wudhu tetapi sebenarnya tidak
demikian, lalu ada materi mengenai apa tujuan dan kenapa manusia diciptakan,
segi-segi dalam ibadah islam, reformasi islam dalam segi ibadah, tujuan ibadah
dalam islam, dan metode pengajaran ibadah yang ideal.
Semoga dengan buku ini, kita
semua mampu mengasah pedang kita untuk mengajarkan agama ini minimal ke
anak-anak kita dengan fikih yang tidak kering, lebih dari hanya teori-teori
tata cara beribadah, namun lebih dari itu yaitu meliputi melunakkan hati,
mensucikan jiwa, mengingatkan akan akhirat, dan menerangi jalan menuju allah.
Komentar
Posting Komentar