Hati - Hati Dengan Sosial Media
Kau boleh sekolah tinggi, membaca buku segunung, bahkan menghafal seluruh pasal undang-undang. Tapi jika pikiranmu sudah dijajah dari meja makan berita pagi, dari iklan yang terselip di tengah sinetron murahan, atau dari narasi yang terus didendangkan televisi milik penguasa—maka sesungguhnya kau bukan berpikir, kau sedang diperintah untuk merasa.
Media hari ini bukan sekadar alat informasi. Ia jadi senjata. Siapa yang memegang kendalinya, dialah yang mengarahkan cara berpikir manusia—dari soal siapa yang disebut pahlawan, siapa yang disebut pengacau, sampai siapa yang patut disembah dan siapa yang harus dikubur dalam diam. Rakyat ditinabobokan dengan suara-suara yang seolah netral, padahal dipoles untuk membela pemilik modal dan kuasa.
Kita dulu dijajah dengan senapan dan meriam. Sekarang kita dijajah dengan mikrofon dan kamera. Tak perlu lagi darah, cukup narasi yang dibentuk dengan lihai. Mereka yang menguasai media tak perlu menindas secara fisik, cukup menciptakan ketakutan, kebingungan, dan harapan palsu melalui layar-layar yang setiap hari kita tonton.
Dan di situlah bahayanya. Sebab penjajahan yang tak disadari akan diterima dengan senyuman. Rakyat bisa diajari membenci sesamanya, memilih musuh yang salah, dan mencintai orang yang menindasnya. Semua itu terjadi bukan karena rakyat bodoh, tapi karena yang membentuk pikirannya adalah mereka yang punya kepentingan.
Maka satu-satunya cara bertahan adalah berpikir merdeka. Jangan telan mentah-mentah apa yang disuapkan padamu. Tanyakan siapa yang bicara, siapa yang membayar mereka bicara, dan siapa yang diuntungkan dari apa yang mereka katakan. Karena berpikir adalah hak yang paling mahal, dan hanya mereka yang menjaganya yang layak disebut manusia merdeka.
Komentar
Posting Komentar