Tenang Dalam Sederhana
Tenang Dalam Sederhana, Lapang Dalam Sepi
Dalam hidup, kita sering memuja gemerlap dan keramaian. Kita mengira bahwa ketenangan hanya bisa ditemukan dalam kenyamanan materi atau perhatian manusia. Padahal, ada jiwa-jiwa yang telah dilatih oleh Allah dalam lorong kesepian dan ruang kesederhanaan. Mereka bukan orang yang kalah, tapi sedang dibentuk menjadi insan yang tangguh, lapang, dan penuh syukur.
Ketenangan dalam kesederhanaan bukanlah kelemahan. Itu adalah tanda bahwa seseorang telah mengerti hakikat dunia. Dia tidak lagi resah dengan penilaian manusia, karena hatinya telah dipenuhi dengan keyakinan bahwa rezeki, perhatian, dan kemuliaan hakiki datangnya hanya dari Allah.
Dalam kesendirian pun, orang yang telah terbiasa diabaikan, tidak dipilih, tidak diajak bicara, tidak masuk dalam perhitungan manusia, akan menemukan ruang batin yang lapang. Ia tidak lagi menggantungkan harga dirinya pada validasi manusia. Ia belajar mencukupkan diri dengan cinta Allah.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ ﴾
“Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Mereka yang tenang dalam kesederhanaan adalah mereka yang mengenal Allah lebih dalam di balik tirai keterbatasan. Bukan karena mereka tak ingin lebih, tetapi karena mereka tahu, cukup adalah ketika hati ridha pada apa yang Allah pilihkan. Kesederhanaan tidak lagi menyakitkan, karena telah menjelma menjadi bentuk kekayaan batin.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ"
"Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sejati adalah kaya hati." (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051)
Saat seseorang terbiasa dalam sepi, dalam abaian orang-orang, justru saat itulah ia sedang dibimbing Allah untuk mengenal dirinya dan mengenal-Nya. Ia diajari bahwa hidup bukan tentang seberapa banyak orang yang peduli padamu, tetapi tentang seberapa jujur engkau hidup di hadapan Allah.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ نَصِيرًا ﴾
“Cukuplah Allah menjadi Pelindung dan cukuplah Allah menjadi Penolong.” (QS. An-Nisa: 45)
Berlatih merasa cukup bukan berarti menolak anugerah. Tapi menyambutnya dengan syukur, bukan gelisah. Syukur menjadikan sedikit tampak banyak. Sementara kufur menjadikan banyak tetap terasa kurang. Maka orang yang bersyukur dalam kesederhanaan merasakan kemewahan yang tak bisa dibeli dunia.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ
"Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya adalah kebaikan baginya." (HR. Muslim no. 2999)
Jika diuji dengan kekurangan, dia bersabar. Jika diuji dengan kelapangan, dia bersyukur. Dan dalam semua keadaan, dia tetap berjalan di jalan Allah. Inilah kekuatan batin seorang mukmin: ia tidak terpaut pada dunia, tetapi teguh pada tujuan.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ مَنۡ كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ عَجَّلۡنَا لَهُۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُۥ جَهَنَّمَ يَصۡلَىٰهَا مَذۡمُومٗا مَّدۡحُورٗا ﴾
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia yang segera, Kami segerakan baginya di dunia apa yang Kami kehendaki bagi siapa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya Neraka Jahannam, ia memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Isra’: 18)
Maka siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan, ia akan kecewa. Tapi siapa yang menjadikan Allah sebagai arah, maka dalam sempit pun ia tenang. Dalam sendiri pun ia tetap merasa cukup. Sebab hatinya telah mengenal siapa Tuhannya.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴾
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)
Sabar itu bukan diam, tapi bertahan. Sabar itu bukan lemah, tapi kuat karena menahan. Dan sabar itu bukan kalah, tetapi sedang membangun kekuatan untuk kemenangan yang lebih besar. Maka bila hidup mengajarimu menjadi sederhana, bersyukurlah. Bila hidup memaksamu menyendiri, bersyukurlah. Karena di sanalah kau paling dekat dengan Tuhanmu.
Tak ada yang sia-sia dalam hidup seorang mukmin. Bahkan kesepian adalah ruang sunyi yang paling jujur untuk berdialog dengan Allah. Kesederhanaan adalah jalan sunyi yang menuntun kita kepada makna hakiki dari hidup ini.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلصَّـٰبِرِينَ ﴾
"Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." (QS. Ali ‘Imran: 146)
Cinta Allah jauh lebih mahal daripada cinta dunia. Maka siapa yang dicintai Allah, akan ditempa dengan kesabaran. Akan dibentuk dengan keterbatasan. Akan diuji dengan kerendahan. Bukan untuk direndahkan, tapi untuk ditinggikan derajatnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ
"Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka." (HR. Tirmidzi no. 2396)
Jadi, tenanglah. Ketika kamu tidak diajak, bukan berarti kamu tidak berharga. Ketika kamu tidak dianggap, bukan berarti kamu tidak layak. Bisa jadi Allah sedang menyelamatkanmu dari hal-hal yang tak layak untukmu.
Dan bisa jadi, diam-diam Allah sedang menaikkan derajatmu melalui jalan yang tak dimengerti manusia.
﴿ وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ ﴾
"Dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu." (QS. Al-Insyirah: 4)
Cukuplah Allah sebagai pembela, tempat berharap, dan sumber kekuatan. Dan cukupkan hatimu dengan syukur, karena di situlah letak kekayaan yang sejati.
Jika kamu ingin versi ini dalam format gambar atau desain kartun naratif, aku bisa bantu buatkan juga.
Komentar
Posting Komentar