Bayar Hutang Lancarkan Rezeki

Bayar Utang, Lancarkan Rezeki


Kadang kita bertanya-tanya mengapa hidup terasa sempit, jalan terasa buntu, dan rezeki seperti tersumbat. Padahal shalat kita tak pernah tinggal, doa kita mengalir setiap malam. Tapi pernahkah kita merenung bahwa ada satu hal yang kita abaikan hutang yang belum dibayar, atau bahkan belum diniatkan untuk dilunasi?

Hutang bukan hanya soal uang. Ia adalah tanggung jawab, amanah, dan hak orang lain yang kita genggam. Ketika seseorang berutang, maka secara syariat ia mengikat dirinya pada janji untuk melunasi. Janji itu bukan hanya kepada manusia, tapi juga disaksikan oleh Allah.

Rasulullah ﷺ bersabda:

"نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ"
“Ruh seorang mukmin tergantung karena hutangnya sampai hutangnya dilunasi.” (HR. Tirmidzi, no. 1078)

Bayangkan, bahkan orang sebaik apapun amalnya, takkan bisa tenang setelah wafat jika masih meninggalkan utang yang belum diselesaikan. Maka bagaimana mungkin rezeki dunia akan lancar jika tanggung jawab akhirat saja masih terikat?

Dalam Al-Qur'an, Allah mengajarkan keseriusan dalam berutang:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)

Ini adalah ayat terpanjang dalam Al-Qur’an, dan uniknya, membahas soal utang. Apakah ini kebetulan? Tentu tidak. Allah sedang menunjukkan betapa penting dan seriusnya urusan ini. Rezeki bukan sekadar doa dan usaha, tetapi juga bersihnya hati dan tanggung jawab sosial.

Banyak orang merasa hidupnya berat bukan karena kurang berusaha, tetapi karena ia tak menunaikan kewajibannya. Salah satu kewajiban besar itu adalah membayar hutang.

Seseorang bisa saja terlihat sukses, banyak proyek, bisnisnya ramai. Tapi jika ada utang yang ia abaikan, sekecil apa pun, maka itu bisa menjadi penghalang keberkahan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

"مَن أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا، أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَن أَخَذَهَا يُرِيدُ إِتْلَافَهَا، أَتْلَفَهُ اللَّهُ"
“Barangsiapa mengambil harta orang lain dengan niat ingin membayarnya, maka Allah akan membantu membayarnya. Namun barangsiapa mengambilnya dengan niat ingin merusaknya (tidak membayar), maka Allah akan membinasakannya.” (HR. Bukhari, no. 2387)

Perhatikan hadits ini. Niat pun menjadi kunci. Meskipun saat ini belum bisa melunasi, jika niat itu kuat dan ada usaha yang nyata, maka pertolongan Allah akan datang. Tapi jika niatnya buruk menunda, menghindar, atau bahkan mengingkari, maka yang datang adalah kebinasaan.

Banyak orang menyepelekan utang. Padahal Rasulullah ﷺ pernah menolak menshalatkan jenazah orang yang masih punya hutang, sampai ada yang bersedia menanggungnya.

Kenapa bisa begitu? Karena utang bukan soal dunia saja. Ia ikut dibawa ke alam barzakh.

Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah ﷺ bersabda:

"يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ"
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim, no. 1886)

Betapa besar kedudukan hutang. Mati syahid sekalipun tidak cukup untuk menebusnya.

Jika kita merasa hidup tersendat, mari periksa kembali: apakah ada utang yang belum kita lunasi? Atau mungkin ada yang telah kita anggap remeh?

Mungkin kita tidak punya uang untuk melunasinya saat ini. Tapi apakah kita sudah mencoba? Apakah kita sudah datang meminta tenggat waktu? Atau kita justru menghindar dan berharap si pemberi utang melupakan?

Ketahuilah, rezeki bukan hanya soal seberapa giat kita bekerja, tetapi juga seberapa jujur kita menunaikan amanah. Saat engkau melunasi utang dengan tulus, seolah engkau sedang membuka pintu langit untuk rezeki yang lebih lapang.

Rezeki itu datangnya dari arah yang tak disangka. Tapi itu bukan berarti tanpa sebab. Seringkali sebab itu adalah ketulusan hati dan komitmen kita menjaga hak orang lain.

Allah berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. At-Thalaq: 2-3)

Takwa dalam konteks ini bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga menunaikan kewajiban sosial seperti membayar utang. Jangan heran jika hidupmu seret meski sudah banyak sedekah, karena mungkin ada hak orang lain yang belum engkau kembalikan.

Tidak ada utang yang terlalu kecil untuk ditunda, dan tidak ada utang yang terlalu besar untuk diabaikan. Semua utang adalah beban. Jika tidak diselesaikan di dunia, maka akan diselesaikan di akhirat dan pada hari itu, mata uang kita bukan lagi rupiah, tetapi amal.

Jika ingin rezeki lancar, maka mulailah dari yang paling mendasar: bayar utang. Bahkan jika belum mampu sekalipun, berjuanglah melunasinya dengan ikhtiar, doa, dan niat yang benar.

Kadang… cara anda membayar hutang adalah cerminan bagaimana rezeki akan datang. Anda lunasi dengan jujur, maka rezeki akan mengalir jujur pula. Anda abaikan dengan angkuh, maka rezeki pun akan menjauh dengan malu.

Semoga Allah memudahkan kita melunasi segala utang, membuka pintu rezeki dari arah yang tak disangka, dan menjadikan kita hamba yang menjaga amanah. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN

Bipolar Dan Kopi

Perkecil Circlemu