Lemah Itu Bukan Takdir

*Lemah Itu Bukan Takdir*

Ada jiwa yang tak lagi menggenggam apa-apa.
Bukan karena kehilangan, tapi karena memilih menyerah sebelum mencoba.

Ia duduk di pinggir kehidupan, menatap langkah orang lain.
Penuh keluh, tanpa arah.
Bukan karena tak mampu, tapi karena tak pernah mau berjuang.

Lemah itu bukan bawaan.
Ia tumbuh pelan-pelan.
Dipelihara dari hari ke hari oleh jiwa yang tak punya prinsip.
Jiwa yang mudah menyerah, mudah mengikuti angin,
tak tahu arah, tak punya pegangan.

Kita sering salah sangka.
Mengira lemah itu lembut.
Mengira pasrah itu sabar.
Padahal beda.

Lemah adalah membiarkan diri hanyut tanpa arah.
Lemah adalah tidak mau melawan kesalahan, hanya karena takut ditinggal orang.
Lemah adalah memilih diam, meski tahu diam itu membunuh jiwa.

Di banyak budaya, lemah dianggap kutukan.
Tapi di zaman ini, lemah dibungkus kata "menerima".
Padahal bukan menerima. Itu menyerah.


Dalam Islam, Rasulullah bersabda:

*"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Padahal pada keduanya ada kebaikan."*

Kuat di sini bukan soal otot.
Tapi soal niat, prinsip, dan keberanian melangkah.
Yang lemah adalah mereka yang punya banyak alasan tapi tak satu pun keberanian.

Daya juang itu bukan soal bakat.
Tapi soal keputusan.
Apakah kau memilih bertahan, atau memilih menghindar.

Hati-hati.
Jika kau biarkan kelemahan tumbuh, ia akan menjadi sifat.
Dan jika sifat itu mengakar, ia akan menjadi nasib.
Lalu kau mengeluh pada Tuhan, padahal yang menyerah duluan adalah engkau.

Banyak kekalahan bukan karena kalah bertarung.
Tapi karena tidak pernah berani mulai.
Karena takut gagal, takut ditolak, takut kecewa.

Padahal kegagalan itu bukan akhir.
Yang menjadi akhir adalah ketika kau berhenti mencoba.

Lemah bukan takdir. Ia bisa dilawan.
Dengan prinsip. Dengan keberanian. Dengan doa dan keteguhan.

Maka, kuatkan hatimu.
Tegakkan punggungmu.
Jangan izinkan kelemahan menjadi dalih untuk hidup kecil.

Karena hidup ini terlalu singkat untuk dijalani sebagai pecundang.

> *Note: Tulisan ini bersifat kontemplatif. Jika tidak sesuai dengan pandangan Anda, konsultasikan kepada pihak yang lebih berkompeten.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN

Bipolar Dan Kopi

Perkecil Circlemu