Tak Harus Melulu Menjadi Unta
*Pernahkah Engkau Menjadi Unta? Kini Saatnya Menjadi Singa*
Unta itu sabar.
Tahan lapar.
Tahan haus.
Tahan beban.
Tapi dia hanya *pengangkut*.
Disuruh ke mana saja, dia ikut.
Disuruh diam, dia diam.
Disuruh jalan, dia jalan.
Unta tidak pernah memilih jalan hidupnya.
Dia hanya patuh.
Setia.
Pasrah.
Pernahkah engkau menjadi unta?
Mengikuti arus.
Menaati perintah.
Diam ketika diperlakukan semena-mena.
Sabar, katanya.
Ikhlas, katanya.
Tapi jangan lupa,
terlalu lama menjadi unta, bisa membuat kita lupa menjadi manusia.
Lupa memilih.
Lupa menentukan arah.
Padahal hidup ini bukan sekadar bertahan.
Hidup ini tentang menyalakan nyala.
Mencipta jejak.
Menentukan langkah.
Itulah mengapa,
kita harus belajar menjadi singa.
Singa tidak menunggu disuruh.
Ia mencari.
Ia memilih.
Ia memimpin.
Singa tidak menunggu lapar.
Ia berburu.
Singa tidak diam saat diserang.
Ia mengaum.
Melawan.
Membalas.
Itulah energi *izzah*.
Itulah harga diri.
Allah berfirman:
*"Janganlah kamu merasa lemah dan jangan bersedih hati, kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman."*
Ayat itu bukan untuk unta.
Itu ayat untuk singa.
Karena hidup bukan tentang siapa paling sabar menderita.
Tapi siapa paling berani memutuskan untuk berubah.
Banyak yang salah tafsir.
Mengira sabar itu diam.
Mengira ikhlas itu menyerah.
Padahal sabar itu tetap melangkah walau lambat.
Ikhlas itu terus berjuang walau sakit.
Unta adalah simbol survival.
Singa adalah simbol keputusan.
Kita butuh keduanya.
Tapi terlalu lama jadi unta, membuat kita terlatih untuk tidak bertindak.
Dan itu berbahaya.
Karena dunia tak akan berubah dengan kesabaran saja.
Ia berubah karena keberanian.
Saatnya berubah.
Dari yang hanya menerima,
menjadi yang menentukan.
Dari yang hanya membawa,
menjadi yang memimpin.
Dari yang hanya menanggung beban,
menjadi yang menaklukkan medan.
Unta akan selalu di belakang.
Singa selalu di depan.
Maka berhentilah hanya menjadi pengikut.
Beranilah memilih arah.
Beranilah bersuara.
Itu bukan kesombongan.
Itu adalah bagian dari *izzah* yang diajarkan Islam.
Rasul bukan unta.
Beliau singa.
Bukan hanya bertahan.
Tapi memimpin perubahan.
Berani berkata:
*"Lau wada’ū asy-syamsa fī yamīnī, wal-qamara fī yasārī..."*
Sekalipun mereka letakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku, aku tidak akan berhenti.
Itu bukan kata-kata pengangkut beban.
Itu suara singa.
Kini giliranmu.
*Note:*
Tulisan ini bersifat kontemplatif. Jika tidak sesuai dengan pandangan Anda, konsultasikanlah kepada pihak yang lebih berkompeten.
Komentar
Posting Komentar