Memperbaiki Diri

Jalan Sunyi Memperbaiki Diri


Setiap manusia sering kali terjebak dalam pandangan terhadap orang lain, sibuk menilai, membandingkan, dan mengomentari. Padahal, Islam mengajarkan agar kita lebih fokus melihat ke dalam diri sendiri, memperbaiki niat, amal, dan hati. Kesempurnaan bukanlah milik manusia, tetapi kesungguhan memperbaiki diri adalah tanda iman yang hidup dan cinta kepada Allah.

Islam menuntun kita agar tidak sibuk menoleh kanan-kiri, mencari kesalahan orang lain, atau membandingkan diri dengan kehidupan mereka. Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa memperhatikan dirinya, mengoreksi hati, dan memperbaiki amal. Allah ﷻ berfirman:

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ﴾
(Yā ayyuhallażīna āmanụ 'alaikum anfusakum, lā yaḍurrukum man ḍalla iżā ihtadaitum, ilallāhi marji‘ukum jamī‘an fayunabbi`ukum bimā kuntum ta‘malụn)
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, lalu Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah: 105)

Ayat ini memberi pesan jelas bahwa tanggung jawab terbesar seorang hamba adalah pada dirinya sendiri. Jangan sibuk menuding orang lain, karena yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah bukanlah dosa orang lain, melainkan amal kita.

Rasulullah ﷺ juga menegaskan pentingnya fokus memperbaiki diri. Beliau bersabda:

« طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَنْ عُيُوبِ النَّاسِ »
(Ṭūbā liman syaghalahu ‘aybuhu ‘an ‘uyūbin-nās)
“Beruntunglah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri sehingga tidak sempat memperhatikan aib orang lain.” (HR. al-Bazzar dan al-Baihaqi, hasan)

Hadis ini menekankan bahwa manusia yang bijak adalah mereka yang menyibukkan diri dengan introspeksi, bukan menghakimi. Karena orang yang selalu melihat kekurangan orang lain akan lupa pada cacat dirinya sendiri.

Perjalanan memperbaiki diri bukanlah hal mudah. Jalan ini sunyi, sepi, bahkan sering terasa berat. Namun justru dalam kesunyian itu seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah. Niat memperbaiki diri harus ikhlas, bukan untuk dipuji manusia, melainkan semata mencari ridha Allah. Nabi ﷺ mengingatkan:

« إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى »
(Innamal-a‘mālu bin-niyyāt, wa innamā likullimri`in mā nawā)
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, ketika seseorang berusaha memperbaiki diri, walau langkahnya kecil dan tertatih, jika niatnya ikhlas karena Allah, maka ia akan memperoleh pahala besar.

Namun, manusia sering terjebak pada penilaian sosial. Kita sibuk mengukur diri dengan standar orang lain: siapa lebih sukses, siapa lebih baik ibadahnya, siapa lebih banyak amalnya. Padahal, Allah tidak menilai hasil lahiriah semata, tetapi hati dan niat di balik amal. Rasulullah ﷺ bersabda:

« إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ »
(Inna Allāha lā yanẓuru ilā ṣuwarikum wa amwālikum, walākin yanẓuru ilā qulūbikum wa a‘mālikum)
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)

Inilah sebabnya kita harus berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Fokuslah memperbaiki niat, membersihkan hati, dan meluruskan amal.

Perbaikan diri juga harus terus-menerus, bukan sekali lalu berhenti. Seperti firman Allah ﷻ:

﴿ وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴾
(Walladzīna jāhadụ fīnā lanahdiyannahum subulanā, wa innallāha lama‘al-muḥsinīn)
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-‘Ankabut: 69)

Artinya, siapa saja yang berusaha memperbaiki dirinya, Allah akan bukakan jalan menuju kebaikan. Mungkin jalan itu berliku, penuh ujian, tetapi semua itu adalah bagian dari pendidikan ilahi agar kita tumbuh lebih kuat.

Imam al-Ghazali pernah berkata, “Barangsiapa sibuk memperhatikan aib dirinya, maka ia tidak akan sempat memandang aib orang lain.” Kalimat ini mengajarkan, bahwa hakikat perbaikan diri adalah muhasabah (introspeksi), bukan mencari kesalahan.

Maka, jika kita ingin menjadi pribadi yang lebih baik, jangan habiskan waktu menoleh kanan-kiri. Lihatlah ke dalam hati. Sudah sejauh mana kita memperbaiki shalat kita? Sudah seikhlas apa niat kita dalam beramal? Sudah sejauh mana kita menahan lisan dari ghibah dan fitnah? Semua itu menjadi cermin kualitas iman.

Perjalanan memperbaiki diri juga bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Dengan memperbaiki diri, kita bisa membawa manfaat lebih luas. Sebab, manusia yang baik akan memberi pengaruh baik pada lingkungannya. Rasulullah ﷺ bersabda:

« خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ »
(Khairunnāsi anfa‘uhum linnās)
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad, Thabrani, Daruquthni)

Oleh karena itu, fokus memperbaiki diri tidak berhenti pada kesalehan pribadi, melainkan juga berbuah pada kesalehan sosial.

Tidak perlu sibuk menoleh kanan-kiri, sibuk menilai hidup orang lain. Lihatlah diri kita, perbaiki hati, luruskan niat, tingkatkan amal, dan teruslah berusaha menjadi lebih baik. Hanya itu yang akan bernilai di hadapan Allah.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang senantiasa sibuk memperbaiki diri, tidak tergoda oleh gemerlap dunia, tidak lalai menilai orang lain, dan semoga Dia memberi kita husnul khatimah di akhir perjalanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN

Bipolar Dan Kopi

Perkecil Circlemu