Menjaga Keikhlasan
Menjaga Keikhlasan Dalam Amal
Keikhlasan adalah rahasia antara hamba dan Rabbnya, sesuatu yang tidak akan pernah tercium oleh riya jika benar-benar dijaga. Para ulama terdahulu sangat takut mengklaim diri mereka ikhlas, karena khawatir terjerumus pada penyakit hati yang paling berbahaya: riya. Mereka paham bahwa amal yang terlihat besar di mata manusia bisa saja tak bernilai di sisi Allah jika niatnya tercemar.
Para ulama salaf mengajarkan bahwa menjaga niat lebih sulit daripada menjalankan amal itu sendiri. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, "Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku." (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19). Ungkapan ini menunjukkan bahwa hati manusia adalah medan pertempuran antara kesucian niat dan bisikan hawa nafsu.
Ibnul Mubarak rahimahullah juga menegaskan, "Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar gara-gara niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil gara-gara niat." (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17). Artinya, ukuran amal di sisi Allah bukan pada bentuk lahirnya, melainkan pada kedalaman keikhlasannya. Amal yang sederhana seperti memberi seteguk air dapat bernilai sangat agung jika dilakukan murni karena Allah.
Sahl bin Abdullah rahimahullah pun mengingatkan, "Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa daripada keikhlasan, karena di dalamnya hawa nafsu tidak ambil bagian sama sekali." (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25). Keikhlasan menuntut seorang hamba untuk benar-benar menghapus harapan pujian, sanjungan, atau pengakuan dari makhluk.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
"Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..." (QS. Al-Bayyinah: 5).
Ayat ini menegaskan bahwa seluruh perintah ibadah memiliki inti yang sama: memurnikan niat hanya kepada Allah. Tanpa keikhlasan, ibadah hanyalah gerakan kosong yang tak berpahala.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi pondasi utama dalam Islam bahwa niat adalah ruh dari setiap amal. Amal yang sama bisa mendapatkan ganjaran berbeda tergantung niat pelakunya.
Para ulama salaf sering mengkhawatirkan rusaknya niat mereka bahkan di tengah ibadah. Ada yang berdoa agar amalnya diterima, dan ada pula yang berdoa agar amalnya disembunyikan dari perhatian manusia. Mereka tahu, riya dapat menyelinap begitu halus, bahkan di antara sujud dan doa yang khusyuk.
Dalam kehidupan kita, menjaga niat membutuhkan latihan dan muhasabah terus-menerus. Sebelum beramal, seorang hamba perlu bertanya pada dirinya: “Apakah ini semata karena Allah ataukah karena ingin dilihat?” Saat beramal, ia tetap waspada dari bisikan ujub (bangga diri). Setelah beramal, ia berdoa agar Allah menerima amal itu dan menjauhkan dari rasa ingin dipuji.
Allah ﷻ mengingatkan dalam Al-Qur’an:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ ۖ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
"Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya. Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya, tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat." (QS. Asy-Syura: 20).
Ayat ini memberi peringatan tegas: jika tujuan amal hanya dunia, maka hasilnya sebatas dunia. Namun, jika tujuan amal adalah akhirat, Allah akan melipatgandakan pahalanya.
Riya adalah penyakit hati yang bisa menghapus pahala amal, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ
"Hal yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya: "Apa itu syirik kecil?" Beliau menjawab: "Riya’." (HR. Ahmad).
Karena itu, setiap Muslim hendaknya menempuh jalan keikhlasan dengan cara memperbanyak amal tersembunyi, berdoa agar dijauhkan dari riya, dan menanamkan rasa takut akan tidak diterimanya amal.
Doa yang sering diajarkan para ulama untuk menjaga niat adalah:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي كُلَّهُ صَالِحًا، وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصًا، وَلَا تَجْعَلْ لأَحَدٍ فِيهِ شَيْئًا
"Ya Allah, jadikan seluruh amalanku shalih, jadikan ia ikhlas karena wajah-Mu, dan jangan Engkau jadikan untuk siapa pun bagian dari amal itu."
Keikhlasan memang berat, tapi di situlah letak kemuliaannya. Amal kecil yang dilakukan ikhlas lebih bernilai di sisi Allah daripada amal besar yang diiringi pamer. Sebagaimana para ulama salaf mengajarkan, melawan hawa nafsu dalam niat adalah jihad hati yang tiada henti. Jika kita mampu menjaganya, maka kita sedang memegang kunci diterimanya amal dan diraihnya ridha Allah.
Komentar
Posting Komentar