Ridho

Makna Ridho Kepada Allah


Ridho kepada Allah adalah salah satu puncak keimanan dan ketenangan hati. Tidak setiap orang mampu meraihnya, sebab ia menuntut ketulusan, kepasrahan, dan keyakinan yang mendalam kepada Allah. Dalam ridho, seorang hamba menyerahkan seluruh urusan kepada Rabbnya tanpa protes, tanpa keluh kesah yang melampaui batas, dan tanpa membandingkan takdir Allah dengan hawa nafsu dirinya. Ia adalah buah dari iman yang matang, yang menjadikan hati tenteram dalam segala keadaan, baik lapang maupun sempit, baik senang maupun susah.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa ridho kepada Allah mencakup ridho terhadap uluhiyah-Nya, rububiyah-Nya, dan ridho kepada Rasul-Nya. Ridho terhadap uluhiyah-Nya berarti mencintai Allah dengan sepenuh hati, takut kepada-Nya melebihi takut kepada makhluk, penuh harap kepada rahmat-Nya, dan selalu kembali bertobat kepada-Nya. Ridho kepada rububiyah-Nya berarti menerima aturan-Nya tanpa bantahan, bertawakkal kepada-Nya, memohon pertolongan hanya kepada-Nya, yakin dengan ketentuan-Nya, dan bersandar penuh pada semua perbuatan-Nya. Sedangkan ridho kepada Nabi ﷺ adalah bentuk kepatuhan total, menerima semua perintah dan larangannya, serta mendahulukannya di atas hawa nafsu dan kepentingan pribadi. (Madarijus Salikin 2/477-478)

Allah ﷻ berfirman:

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (QS. Al-Bayyinah: 8)

Ayat ini menunjukkan bahwa ridho adalah timbal balik antara hamba dan Allah. Siapa yang ridho dengan Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Nabi Muhammad ﷺ sebagai rasul, maka Allah pun ridho kepadanya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
“Barang siapa yang ketika mendengar adzan lalu mengucapkan: Aku ridho Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai rasulku, maka diampunilah dosanya.” (HR. Muslim no. 386)

Ridho kepada Allah melahirkan ketenangan jiwa. Hati yang ridho tidak mudah gelisah dengan takdir, karena ia yakin bahwa setiap ketentuan Allah pasti mengandung hikmah. Ketika diuji dengan musibah, ia bersabar. Ketika mendapat nikmat, ia bersyukur. Ia menerima bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari skenario Allah yang terbaik.

Allah ﷻ berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan bahwa maksud ayat ini adalah: siapa yang meyakini bahwa musibah datang dari Allah, lalu ia bersabar dan ridho, maka Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.

Ridho juga menjadi jalan menuju surga. Allah menggambarkan balasan bagi orang-orang beriman di akhirat:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ ۝ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuki bersama orang-orang saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan anak-anak mereka; sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat mereka dari semua pintu (sambil berkata): ‘Keselamatan atas kalian karena kesabaran kalian.’ Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d: 23-24)

Kesabaran lahir dari ridho. Tanpa ridho, sabar hanya menjadi keterpaksaan. Tetapi ketika hati ridho, sabar menjadi ibadah yang ringan dijalani.

Adapun ridho kepada Rasulullah ﷺ berarti menerima seluruh petunjuknya tanpa menolak sedikit pun. Allah ﷻ berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusanmu dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)

Inilah makna ridho kepada Rasul: tunduk sepenuhnya kepada hukum beliau, menjadikan sunnahnya sebagai pedoman, dan tidak mencari selainnya sebagai petunjuk.

Ridho bukan berarti pasrah buta tanpa usaha. Ridho adalah menerima takdir setelah ikhtiar dilakukan. Seorang hamba tetap berusaha dengan sungguh-sungguh, namun hasil akhirnya ia serahkan kepada Allah. Jika berhasil, ia bersyukur. Jika gagal, ia ridho dan yakin ada hikmah lebih besar yang Allah siapkan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun selain orang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)

Ridho kepada Allah adalah puncak perjalanan hati. Ia bukan sekadar teori, tetapi latihan jiwa yang berkelanjutan. Untuk mencapainya, seseorang harus memperkuat iman, memperbanyak dzikir, merenungi ayat-ayat Allah, dan mempercayai bahwa setiap takdir adalah bagian dari kasih sayang-Nya. Dengan ridho, hati menjadi lapang, hidup terasa ringan, dan akhirat pun diraih dengan penuh harapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN

Bipolar Dan Kopi

Perkecil Circlemu