Syukur Dan Melihat Kebawah

Bersyukur Dengan Melihat Ke Bawah


Hidup ini tidak pernah lepas dari ujian, kesedihan, dan kesusahan. Namun dalam setiap kondisi, kita selalu diingatkan untuk melihat keadaan orang-orang yang berada di bawah kita, agar hati kita dipenuhi rasa syukur. Sebab, masih banyak manusia yang keadaannya jauh lebih sulit daripada kita. Dengan begitu, nikmat Allah tidak akan pernah tampak kecil.

Rasa syukur adalah kunci yang membuat hati lapang dan jiwa tenang. Ketika seseorang sibuk membandingkan dirinya dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya, lebih besar hartanya, atau lebih sempurna fisiknya, maka ia akan terjerumus pada jurang ketidakpuasan dan keluh kesah. Tetapi ketika seseorang melihat kepada yang lebih rendah, ia akan sadar bahwa nikmat Allah sungguh melimpah dalam hidupnya.

Rasulullah ﷺ telah memberikan pedoman yang sangat indah tentang hal ini. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

«انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ»
“Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang di atas kalian, sesungguhnya hal ini akan menjadikan kalian tidak merendahkan nikmat Allah yang Allah berikan kepada kalian.” (HR. Muslim No. 2963)

Hadis ini adalah pelajaran akhlak sekaligus panduan psikologis. Allah mengetahui tabiat manusia yang cenderung membandingkan diri. Karena itu, Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kita menundukkan pandangan hati ke arah yang lebih rendah dalam urusan dunia, sehingga rasa syukur akan terjaga.

Al-Qur’an juga menegaskan bahwa nikmat sekecil apapun wajib disyukuri. Allah ﷻ berfirman:

﴿وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Maka syukur bukan hanya ucapan “alhamdulillah”, tetapi perasaan lapang di hati, kesadaran untuk tidak mengeluh berlebihan, dan tindakan nyata untuk memanfaatkan nikmat Allah pada jalan kebaikan.

Ketika kita sakit, cobalah lihat bahwa masih banyak orang yang sakitnya lebih parah, terbaring tanpa daya, bahkan tidak mampu berbicara. Ketika kita diuji kesedihan, masih banyak yang ditimpa kesedihan lebih berat: kehilangan orang tua, anak, atau keluarga tercinta. Ketika kita merasa susah, masih ada yang tidur di jalanan tanpa rumah, tanpa makanan yang layak, bahkan tanpa pakaian yang cukup.

Dengan melihat ke bawah, hati kita akan merasakan kelembutan rahmat Allah. Justru di situlah letak kekuatan seorang mukmin. Rasulullah ﷺ bersabda:

«عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ»
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim No. 2999)

Hadis ini memperlihatkan keseimbangan antara syukur dan sabar. Dua hal ini adalah senjata mukmin dalam menghadapi roda kehidupan yang terus berputar.

Para ulama salaf juga sering mengingatkan agar manusia tidak lalai dengan gemerlap dunia. Mereka berkata: “Jika engkau melihat orang yang lebih kaya darimu, lihatlah pula orang yang lebih miskin darimu. Jika engkau melihat orang yang lebih sehat darimu, lihatlah pula orang yang lebih sakit darimu. Dengan begitu, hatimu akan terjaga dari rasa kufur nikmat.”

Syukur bukan berarti menutup mata dari kenyataan. Bukan pula berarti berhenti berusaha. Namun syukur membuat hati tenang, tidak serakah, tidak iri, dan tidak sombong. Dunia hanyalah jalan menuju akhirat. Apa yang kita miliki hanyalah titipan yang sementara.

Allah ﷻ juga memperingatkan agar manusia tidak terpedaya dengan dunia yang fana. Firman-Nya:

﴿اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ﴾
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan, saling bermegah-megahan di antara kamu, dan berlomba dalam memperbanyak harta dan anak…” (QS. Al-Hadid: 20)

Maka janganlah terlalu terpaut pada dunia. Lihatlah orang yang lebih sedikit rezekinya, lebih berat penderitaannya, lalu bandingkan dengan keadaan kita. Bukankah kita masih bisa bernapas dengan bebas, masih bisa makan dan minum, masih bisa melihat indahnya alam, dan masih diberi kesempatan beribadah?

Syukur akan menumbuhkan kerendahan hati, menjauhkan dari kesombongan, serta mengajarkan empati kepada sesama. Orang yang bersyukur akan ringan membantu orang lain, sebab ia sadar betul bahwa nikmat yang ada padanya bukan semata hasil jerih payah, melainkan anugerah dari Allah.

Di balik setiap ujian, ada janji Allah bagi orang yang bersabar dan bersyukur. Allah ﷻ berfirman:

﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk terus bersabar, hati yang senantiasa bersyukur, serta pahala yang besar atas setiap ujian yang kita hadapi. Karena pada akhirnya, yang tersisa bukanlah seberapa besar dunia yang kita miliki, melainkan seberapa dalam syukur kita kepada Allah ﷻ.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN

Bipolar Dan Kopi

Perkecil Circlemu